
Saya “temukan” lelaki seniman ini di
Saat bertemu malam itu, saya dipeluknya hangat. Bagai dua orang saudara yang sempat terpisah jauh, dipenuhi kerinduan. Padahal malam itu pertemuan kami yang pertama. Sebelumnya hanya melalui perlawatan karya.
Dialah, Arsyad Indradi ! Penyair yang nyaris mengabdikan hidupnya kepada keindahan puisi, tanpa berniat merengkuh duniawi. “ Saya sangat kaya, bung ! katanya dengan tersenyum yang selalu merekah di antara jenggut lebat putihnya. Saya sedikit mengerutkan kening, sebelum ia melanjutkan :” Batin saya sangat kaya, sahabat saya di mana-mana. “
Demikianlah, cara berpikirnya sangat sederhana. Lelaki yang lahir 31 Desember 1949 ini cukup “gila” dengan menerbitkan antologi puisi 142 penyair Indonesia atas biaya sendiri. Dicetak 200 eksemplar dengan cara yang betul-betul indie : ketik sendiri, setting sendiri,cetak sendiri, desain kaver sendiri, jilid sendiri …. Setelah jadi, 142 eksemplar dia kirimkan kepada masing-masing penyair, juga ayas biaya sendiri. Selebihnya untuk sejumlah perpustakaan dan para sahabat.
“
“ Saya punya komunitas, namanya Kelompok Studi Sastra Banjarbaru. Saya dirikan bertepatan dengan ulang tahun saya, di penghujung 2005.” Katanya penuh semangat.
“ Wah, hebat. Berapa anggotanya ?”
“ Tiga orang !”
Benar-benar “gila”, saya rasa. Mungkin sikap melitansi pada sastra yang membuat ia memilih bertiga saja. Kedua anggota yang dimaksud adalah Harie Insani Putra (anak angkatnya), dan Hamami Adaby (sahabat dan seniornya yang kini terserang stroke). Akan tetapi mereka selalu membuat semacam acara berkala yang menghimpun para kaum muda peminat sastra untuk sama-sama berlatih menulis puisi dan membaca puisi. Kadang-kadang berdiskusi tentang perkara sastra yang sedang hangat hingga larut malam.
Setiap ada kawan penyair atau cerpenis dari luar
Saya percaya itu. Ingat Tonggak ( I sampai IV), antologi puisi yang cukup lengkap mendokumentasikan karya penyair
Mari kita buktikan dengan percakapan saya dengannya mengenai situasi “panas” antarkubu komunitas di
“Bagaimana kesanmu terhadap suasana kebudayaan di
“Sangat disesalkan sikap-sikap permusuhan itu. Kami datang dari daerah, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
“Jadi apa harapanmu terhadap sastra dan para penyair
“Janganlah kita memiliki jiwa yang kerdil. Berkarya saja yang bagus. Majukan seni sastra
“Jadi apa tujuan mengumpulkan puisi para penyair dalam satu buku ?”
“Tentu untuk dokumentasi karya sekaligus persahabatan. Saya mengundang semua penyair yang cocok dengan batin saya.”
Rasanya hampir semua diundang, meskipun tidak seluruh yang mengirim tertampung dalam buku itu. Menurutnya, itu juga karena sejumlah puisi berada di bawah standar, bukan bermaksud menolaknya. Dengan kata lain, sahabat Arsyad Indradi begitu banyak dan tersebar di seluruh Nusantara.
Kegiatan sehari-hari selain sebagai pegawai negeri adalah mengajar sastra dan pengembangan diri untuk anak-anak SMP dan SMA secara ekstra kurikuler. Pergi ke mana-mana dengan sepeda motor dan topi yang setia menutup kepalanya. Usianua mungkin tergolong tidak muda lagi, tapi senantiasa tampak bugar. Mungkin karena selalu berpikir positif dan menyambut akrab setiap sastrawan yang ditemuinya.
“Jangan lupa, ditunggu kalian pada acara Kongres Cerpen Indonesia di Banjarmasin bulan Oktober nanti,” pesannya pada saya. Tapi sesungguhnya itu pesan kepada semua cerpenis
Arsyad Indradi, penyair yang tinggal di Jalan Pramuka no.16 RT 03/RW 09 Banjarbaru Utara
*KURNIA EFFENDI*
Penyair,redaktor Tabloid Mingguan Parle,
(No.100 Th.II 6-13 Agustus 2007, ha.16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar